Tuesday 10 March 2015

Luka Sebentar

Menetaslah pagi ini , semburat matahari baru muncul sedikit-sedikit, mata ini begitu sulit untuk dibuka, badan ini masi terkulai memeluk bumi, dan saya masi merasakan pilu yang teramat sangat meremukkan hati. Dia pergi tanpa sepatah katapun, tanpa pelukan, dan tanpa ciuman dikening, pipi dan bibir, bahkan jabatan tangan itu seolah hanya formalitas penggugur etika. Padahal baru seminggu lagi kami berjumpa, kenapa kali ini dia begitu dingin, sudah tiadakah jurus-jurus rahasia untuk merayuku kembali tersenyum, entah kau angkuh atau hanya berpura saja.

Sejenak aku duduk sebelum meninggalkan tempat tidur, sembari kupandangi malaikat kecil yang setiap pagi masi tertidur pulas disebelahku, ku raih jari-jari kecilnya, kukecup sebentar, tangannya begitu kecil tapi terasa begitu hangat. Kemarin, sekarang atau akhir esok, tangan kecil inilah yang terus mewarnai tembang kehidupanku, dia yang pertama kali benar-benar memberikan paten antara kau dan aku.

Masi jelas dan lekat dalam ingatanku, aku selalu mengacaukan segalanya, ketika masalah kecil itu berubah menjadi batu besar yang menghantam jalinan kasih kita yang sudah dirancang, disusun dan dibangun dengan penuh kasih sayang dan air mata. Ini bukan yang pertama, ini adalah kesekian kalinya kejadian yang perlahan menggerus pondasi kokoh yang pernah kami buat.

Menyatukan dua kepala, dua mata, dua hati, dua perasaan memang tidak mudah, selalu butuh kompromi untuk memecah karang persoalan pelik. Kali ini begitu susah untuk berkompromi rupanya, entah mengapa masalah yang sudah berlalu kemudian datang bertubi-tubi seperti sedang berputar-putar didalam otakku, lalu hati ini kian menyala, dan lahar-lahar amarahpun mulai deras mengalir dari mulut ini. Semakin tidak terkontrol terus  menyerang lawan tanpa ampun.

Luka ini hanyalah sebentar, padahal sebelumnya ku pikir ini akhir segalanya, karena ini semacam menjadi puncak amarah yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun hujan...bersediakah hujan memberi sedikit kesejukan?...angin...mampukan angin datang menjemput pelik ini terbang? dan kamu...iya kamuuuu...mampukah kita kembali bergandengan tangan?


No comments:

Post a Comment