Monday 12 January 2015

Ibu Rumah Tangga, Wanita Kantoran, Atau Keduanya???

Haruskah kami seorang wanita bekerja? Bagaimana jika wanita tersebut adalah seorang istri dari seorang suami, serta seorang ibu dari seorang anak, bukankah suami yang seharusnya mencukupi kebutuhannya? Lalu bagaimana bila suami belum dapat memenuhi semua kebutuhan keluarga? Sehingga pernah istri sangat dibutuhkan?

Segudang pertanyaan kadang muncul dibenak kita menanggapi  realita pada era ini dimana kaum wanita mulai diperhitungkan di dunia bisnis dan perkantoran.  Merupakan pilihan yang sangat berat ketika seorang muslimah harus memilih antara pekerjaan atau peran sebagai istri dan ibu rumah tangga. Dan ironisnya banyak yang memilih keduanya, termasuk saya.

Mungkin faktor ekonomi  yang mengharuskan saya bekerja untuk mencukupi kebutuhan kami, karena sekarang mahalnya harga susu yang mencekik leher, serta harga kontrakan yang makin lama makin bikin nangis darah. -maklum belum punya rumah sendiri- . Tapi selain faktor tadi tidak dipungkiri bahwa status sosial juga merupakan salah satu faktornya, sering ada anggapan bahwa wanita yang bekerja status sosialnya akan lebih baik daripada wanita yang hanya di rumah saja.

Perlu diperhatikan, bukan hal yang mudah bagi kami untuk bangun pagi-pagi sekali kemudian menyiapkan segala kebutuhan anak, membangunkannya subuh-subuh  agar bisa dititipkan di daycare setiap hari, atau kami titipkan pada pengasuh anak.  Untuk working mom seperti saya memang  menggunakan jasa ART (Asisten Rumah Tangga), yang perannya sangat membantu mengurangi beban kerja saya sebagai seorang ibu rumah tangga. Tapi kan namanya juga ibu, sayapun ingin sekali setiap hari memandikannya, membuatkannya makan, mengajaknya jalan-jalan sepulang kantor, menemaninya bermain, yang artinya saya punya double job. Dikantor saya ngurus pekerjaan kantor yang segunung, dan dirumah saya mengurus pekerjaan rumah yang sebagai seorang ibu.

Lalu...disisi mana saya harus lebih profesinal? Sebagai wanita kantoran?atau sebagai ibu rumah tangga? Tentu saya akan jawab "keduanya", tangan saya memang Cuma dua, tapi percayalah bahwa wanita itu multi tasking, wanita bisa mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus, contohnya chattingan sambil makan, belanja online sambil ngerjain kerjaan kantor , xixixi guwe banget itu mah.

Islam tidak melarang seorang muslimah untuk bekerja, bukankah putri Rasulullah Fatimah mendapatkan upah dari hasil menumbuk gandum. Kisah istri Nabi Ayub yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga ketika Nabi Ayub tengah sakit, juga adalah contoh bagaimana muslimah mengambil peran dalam turut memenuhi kebutuhan keluarga.

Bagi saya, selama langkah saya keluar rumah atas ridho suami bermanfaat, maka bekerja itu bagi saya adalah pekerjaan mulia, dimana saya bisa meringankan beban suami, dan bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk anak saya kelak. Dan sudah menjadi tanggungjawab saya untuk amanah, tidak menggunakan ijin suami untuk melakukan tindakan yang tidak semestinya dilakukan, karena dengan mengijinkan saya keluar rumah pun merupakan tanggungjawab akhirat yang sangat besar bagi suami.
Dan saya ucapkan terima kasih banyak, untuk suami saya yang telah memberi ijin kepada saya untuk membantu beliau dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga kami, setidaknya selama saya hidup saya pernah berperan dalam membangun rumah tangga yang kokoh, mudah-mudahan bukan hanya  kokoh dari segi materi, tapi juga dari segi kasih sayang dan tanggungjawab saya sebagai seorang istri dan seorang ibu.

No comments:

Post a Comment